Anda terdaftar sebagai pengunjung yang ke :

15 September 2008

Aparat Kelurahan Adalah Aparat Buangan ?

Kecamatan Sibolga Kota merupakan awal perjalananku meniti karier sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bos Pertamaku bernama Kurniawan Kantinoko, AP (2005) yang saat ini menjabat sebagai Kakan Perpustakaan dan Arsip Kota Sibolga. Sebagai sebuah Kecamatan sudah tentu membawahi Kelurahan, sebagai PNS baru menetas, serasa heran ketika terdengar olehku ungkapan nan berujung pada pendapat bahwa Aparat Kelurahan Adalah Aparat Buangan. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sungguh edan ungkapan itu sekaligus heran tetapi seperti itulah kenyataan yang tersirat di lapangan.

Kelurahan sebagai ujung tombak sebuah pemerintahan sudah sepantasnya dijadikan sebagai wadah bagi mereka para aparatur-aparatur pilihan guna melayani pelanggan layaknya sebuah teller sebuah bank maupun costumer service sebuah operator seluler dalam hal meladeni masyarakat.

Keberadaan aparatur kelurahan yang justru terlibat secara langsung dalam hal melayani masyarakat namun malah disorot sebagai aparat buangan. Kenyataan ini menurut saya, bisa jadi adalah salah satu pemicu kebobrokan citra diri pemerintahan yang selama ini kita rasakan.

Betapa tidak, sebab baik buruknya berbagai adonan program-program pemerintahan bila tidak didukung secara total oleh aparatur kelurahan dalam menjual panggang geleng pemerintahan, bisa jadi tumpeng yang telah dirancang sedemikian rupa tak punya aroma yang mampu memberi citra positif terhadap status keberadaan dan apa guna pemerintahan itu sendiri.


Mari sama-sama kita perhatikan, teller mana, cutumer service mana atau ujung tombak sebuah badan hukum mana yang bibir institusinya diperlakukan seperti ini? atau apa mungkin orang-orang yang menganggap aparat kelurahan adalah aparat buangan itu adalah aparat bungan yang sebenar-benarnya buangan dan memang yang semestinya dibuang? atau mungkin juga kita-kita sudah lupa akan arti penting sebuah pemerintahan kelurahan itu dalam tatanan suatu pemerintahan?

Ini masalah suksesi program-program pemerintahan! ini masalah citra diri pemerintahan yang tersentuh langsung dengan objek berbagai program dan kebijakan pemerintahan!

Kelurahan itu agaknya menurut saya semacam anak yang ditirikan namun dia yang memperjuangkan kebenaran pemerintahan. Sungguh aneh memang tetapi itulah yang telah saya perhatikan dan bahkan yang pernah saya rasakan. Padahal, Kelurahan merupakan instansi paling strategis dalam upaya pemberdayaan dan transpormasi sosial mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Efek ungkapan di atas juga mampu berimbas pada produktifitas hingga optimalisasi pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.

Pernah suatu ketika terjadi semacam mutasi vertikal Horijontal di Lingkungan Pemda Kota Sibolga. Salah seorang PNS yang dulunya pemangku jabatan dan berada di jenjang instansi vertikal level atas di Kota Sibolga merasa terpukul ketika dia termasuk kedalam deretan nama-nama yang ikut diremajakan ke tingkat kelurahan. Alhasil yang terjadi adalah kemerosotan kinerja, jumlah tanda silang absensi kehadiran yang tak disangka-sangka hingga terjadi semacam stres internal pribadi menurut saya. Hal ini bisa jadi adalah efek dari membatunya pendapat bahwa aparat kelurahan adalah aparat buangan sebagaimana judul tulisan ini.

Saya percaya pasti sebahagian besar dari kita banyak yang tidak suka bertugas di tingkat kelurahan. Ungkapan aparat kelurahan adalah aparat buangan sepertinya bisa saya iakan.

Saya adalah salah seorang alumni dari SKPD Kelurahan Simare-Mare Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga di bawah kepemimpinan Ibu Zubaidah Silitonga. Dia orangnya baik dan teman-teman sekantor saya itu orangnya juga baik-baik serta mampu bekerja sebagai sebuah Tim Work Kelurahan Simare-Mare.

Namun, ketika hari-hari saya tapaki di Kelurahan Simare-Mare, jenuh rasanya melihat kondisi peralatan kantor yang sebahagian besar kupak-kapik ditelan rayap. Sehubungan dengan itu, saya berpikir, bagaimana sebuah ujung tombak pemerintahan suatu daerah mampu melayani masyarakat yang membutuhkan pertolongan aparat pemerintahan, sedangkan kantor kelurahan nan peralatannya kupak-kapik dan serba kurang disana-sini serta nominal aparatus yang minim itu mampu memberi pelayanan yang kurang lebih mampu memuaskan bagi masyarakat yang membutuhkan pertolongan? entah-entah jadi aparaturnya yang malah minta tolong kepada masyarakat yang punya urusan untuk sekedar biaya cetak, foto chopy dan ongkos becak. ini kan lucu?

Oleh karena itu muncullah inisiatif untuk mengusulkan pengadaan peralatan kantor baik itu meja, kursi, penambahan serta perbaikan unit komputer yang acap kali mengalami kerusakan kepada Satuan Kerja yang punya andil di tingkat atas. Alhasil, setelah surat yang pertama dan yang kedua dilayangkan, ternyata pertolongan tak kunjung datang juga, hingga lurah pun sudah pernah turun tangan mempertanyakan status pengabulan permohonan pengadaan barang yang telah berulang kali di ajukan, padahal itu kan berguna sebagai sarana untuk optimalisasi pelayanan masyarakat.

Menurut pantauan terakhir yang saya lakukan, hingga saat ini pengajual pengadaan barang yang telah diusulkan itu tak kunjung jua di restui, malah beragam barang kantor yang tak refresentatif dengan kebutuhan kantor saat itu yang justeru dikabulkan.

Sekarang saya telah berada di Bagian Humasy Sekretariat Daerah Kota Sibolga dan cukup merasakan betapa susahnya Kelurahan dalam mencuri perhatian Daerah dalam rangka menjalankan peranan aparatur kelurahan yang lebih baik, sungguh betapa pendapat yang menegaskan bahwa aparat kelurahan adalah aparat buangan, bisa jadi dapat di maklumi, hal ini dapat di lihat dari rentang perhatian yang agak terisolir dari pimpinan, ketersediaan peralatan yang sungguh memprihatinkan dan masih banyak hal-hal lainnya yang mungkin jadi pemicu ketidaksukaan para abdi negara bekerja di SKPD bernama Kelurahan.

Apakah Aparat Kelurahan adalah Aparat Buangan itu nyata atau tidak? jawabannya ada ditangan kita.

Walau mereka ujung tombak...Namun mereka ujung tombak yang ditirikan...Walau mereka citra suatu pemda...Namun kebanyakan dari kita tanggung-tanggung memberi citra positif buat dirinya...

Hidup PNS dan Kelurahan-Kelurahanku....!!!Hidup Sibolgaku...!!! Hidup Indonesiaku!!!

Baiknya gimana dong?

Sibolga itu kecik bung...
tapi malah potensi yang kurang digali. Mari kita tatap kota ini dari satelit, mari kita tatap kota ini dari hati, mari kita sidak beragam peristiwa yang menimpa kota ini, hingga mari kita sidak harapan dan mimpi warga kecil penduduk kita nan biru ini.

Sibolga itu kecik bung...
jadi jangan makin diperkecil dong..., jalanan macet ditiap minggu, sebab apa? sebab standarisasi teratak belum ada, sebab apa? sebab quota pemberian ijin pemakaian jalan belum bergulir, padahal lebar jalan-jalan di Kota kita ini kan sempit sedangkan jumlah kendaraan bejibun apalagi di hari libur, sebab apa? karena yang penting "banyak-banyak lah kasih". he..he...

Oh iya men...
Walaupun Sibolga itu perlu PAD, tetapi bukan berarti asal singgah diminta uang parkir, asal singgah diminta uang parkir lagi... wah-wah... bisa-bisa kapok dong para pembeli berkendara bermotor. Ini benar-benar keluhan nih... termasuk para pelanggan yang membeli bahkan saya sendiri..., katanya kan sibolga ingin jadi pusat perdagangan barang dan jasa, bila hal-hal seperti ini nggak segera ditertibin, saya yakin kelancaran transaksi perdagangan kota sibolga akan berjalan layaknya siput berbilang kaum.

Lain lagi halnya bila ditinjau dari segi harga-harga komoditi, saya rasa relatif cukup mampu menguras kantong, hal ini kan sungguh menggelikan bila di tinjau dari harapan masa depan alias visi kota sibolga sebagai sentra perdagangan barang dan jasa itu. Banyak bukti yang dapat dipercaya, kalau kita bertanya, " kalau beli pakaian, yang punya harga bersaing dimana yah? di Sidempuan atau di Bukit Tinggi", kemudian "kalau mau beli barang-barang elektronik yang punya kualitas oke harga terjangkau dimana yah? di Sidempuan atau di Batam". Jadi gimana dong perwujudan Kota Sibolga Sebagai pusat perdagangan Barang dan Jasa itu?

Konon lagi ada yang katanya infrastruktur, sarana dan prasarana pendukung kelancaran transaksi perdagangan sebagai contoh jalan Horas arah laut dan jalan keluar pelabuhan sambas tepatnya jalan Lumba-lumba, apakah representatif dalam mendukung perwujudan sebagai sentra perdagangan barang dan jasa itu, itu kan salah satu bibir alias pintu masuk utama transaksi perdagangan barang dan jasa Kota Sibolga melalui jalur laut.

Saya rasa untuk mewujudkan Kota Sibolga sebagai pusat perdagangan barang dan jasa di pantai barat sumatera utara, simak dong DIPANTAI BARAT SUMATERA UTARA, masih butuh waktu lama, kalau sekedar visi dari segi kalimat sih mantap tetapi kenyataannya masih jauh deh.., atau mungkin kalimat ini hanya ambisi tanpa berbuatan konkreat dan terukur atau mungkin saja hayalan ini hanya dijadiin formalitas semata dalam rangka ingin maju sebagai kepala daerah, wah..wah....sangat sulit lah untuk mewujudkanya, baik itu ditinjau dari potensi lahan yang saat ini tak tertata, ketersediaan bahkan promosi daerah yang asal jadi saja tanpa mempertimbangkan strategi promosi modern yang berkembang akhir-akhir ini maupun jangkauan wilayah pemasaran maupun daya beli masyarakat yang relatif tiada terasa sampai-sampai kelancaran akses transportasi ke wilayah Kota Sibolga juga kurang representatif guna mendukung Kota Sibolga sebagai sentra perdagangan barang dan jasa di pantai barat sumatera utara...

Semoga beberapa evaluasi diatas dapat dijadiin sebagai bahan pertimbangan dalam rangka perbaikan terhadap usaha percepatan menuju Kota Sibolga yang lebih maju...Semoga...

BRAVO TANAH KELAHIRANKU, BRAVO INDONESIAKU

Pengadaan Fasilitas Internet Pemko Sibolga yang belum efektif dalam menunjang promosi daerah

Pengadaan fasilitas internet Pemerintah Kota Sibolga belum mampu menjalin komunikasi antara Pemerintah, Masyarakat dan Dunia Usaha sebagaimana yang diharapkan.

Kendala dalam penerapan E-Goverment secara total di Lingkungan Pemerintah Kota Sibolga adalah disebabkan oleh karena masih belum meratanya pengadaan fasilitas Internet yang diberikan. Sarana pendukung untuk memanfaatkan server pemko sibolga berupa sistem wireless masih kurang memadai. Terdapat kurang lebih di empat tempat Lingkungan Pemerintahan yang saat ini telah terpasang, yakni di Lingkungan Sekretariat Daerah Kota Sibolga, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Lingkungan Perkantoran Jl. Dr. F.L. Tobing Sibolga beserta Kantor Perpustakaan Kota Sibolga.

Untuk mendukung pelaksanaan konsep E-Goverment di Lingkungan Pemko ini, yang diperlukan adalah Ketersediaan Sumber Daya Manusia yang mengenal Dunia Komputerisasi dan Dunia Internetisasi serta ketersediaan fasilitas internet beserta sarana dan prasarana pendukungnya.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Pemerintah Kota Sibolga telah memiliki Web Site resmi beralamat http://www.sibolga.go.id/, namun setelah web site ini hadir, pemanfaatannya kurang mampu mendorong peningkatan komunikasi antara Pemerintah, Dunia Usaha maupun masyarakat lokal, interlokal bahkan masyarakat Nasional dan Internasional. Demikian juga sajian informasi yang disuguhkan yang kurang refresentatif dengan kebutuhan di masa sekarang ini.

Sebagaimana yang pernah penulis perhatikan, bahwa tata letak, design bahkan isi dan konten-konten yang "meramaikan" situs Pemko Sibolga sungguh tidak tertata dengan baik, sehingga apabila anda mencoba untuk membuka situs Pemko Sibolga, pasti akan merasa bosan dan bahkan mengalami kejenuhan yang tiada tara.

Bila ini sudah terjadi dapat dipastikan Web Site Pemko Sibolga akan ditinggalkan dan tiada arti bahkan tiada bermanfaat sebagai sumber informasi resmi dan memenuhi tuntutan kebutuhan informasi terkini. Penulis beranggapan bahwa pengadaan fasilitas internet di Lingkungan Pemerintah Kota Sibolga kurang efektif dalam rangka promosi daerah.

Hendaknya kita peduli akan nasip penggunaan fasilitas internet maupun Situs Pemko Sibolga ini.

09 May 2008

Praktik CSR Negara Maju

Pelaksanaan konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) di negara maju terbukti lebih berkembang dibandingkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ini bisa dipahami karena kondisi sosial dan ekonomi negara maju lebih baik dibandingkan Indonesia.

Konsep ini sebenarnya sudah beredar dan diperbincangkakan cukup lama di sana (negara-negara maju) di era 1980-1990-an. Pelaksanaan KTT Bumi di Rio De Janeiro menjadi babak baru pelaksanaan CSR di dunia. Setelah itu, desakan pelaksanaan CSR di negara eropa dan amerika pun sudah maju dan patut ditiru.

Di Indonesia, wacana CSR baru ramai dibicarakan sekitar tahun 2000-an. Akibatnya, hingga kini pemahaman tentang CSR pun masih perlu digencarkan. Termasuk juga belajar dari praktik CSR di negara maju.

Di negara maju, kesadaran perusahaan di sana juga sudah tinggi dan menurut perkembangan terbaru, kini mulai berkembang CSR yang diarahkan untuk mengatasi suatu permasalahan tertentu (cost related). Contohnya adalah dilakukan Dell dan Windows Vista dengan meluncurkan laptop versi terbaru yang hasil penjualannya akan disumbangkan bagi penderita HIV/AIDS.

"Kebanyakan negara maju juga punya regulasi yang kuat di segala bidang termasuk CSR. Misalnya tentang perburuhan, Lingkungan dan hukum. Jadi kalau ada perusahaan yang memenuhi standar hukum tertentu misalnya, maka bisa disebut telah melakukan CSR" kata Domi Savio Wermasubun, Programme Coordinator Business Watch Indonesia (Majalah Komite edisi 15-29 Pebruari 2008, hal. 25).

Kepastian dan penegakan hukum di negara maju, lanjut domi, memang sudah baik. Karena itu pelaksanaan CSR di sana pun lebih maju.

Kebijakan lain di negara maju soal CSR adalah yang diterapkan di Inggris. Di negara tersebut perusahaan yang sudah go public atau tercatat di bursa efek harus memberikan social report setiap tahun. ini untuk melengkapi laporan keuangan yang disampaikan setiap tahun.

"Dengan memberikan social report, maka konsumen atau publik bisa mengetahui kinerja perusahaan tersebut dalam hal aktivitas sosialnya. Jadi, bukan hanya laporan keuangan saja yang dipublikasikan." ujar Domi menerangkan (Majalah Komite edisi 15-29 Pebruari 2008, hal. 26)

Konsumen Etis

Menurut Domi, di Eropa dan Amerika sudah terbentuk Konsumen Etis. Ketika mereka membeli sebuah produk, mereka akan bertanya apakah produk itu diproduksi dengan cara merusak alam atau tidak, mempekerjakan anak atau tidak, dan sebagainya. Contoh konkretnya, terdapat sebuah pabrik coklat di Eropa yang di boikot oleh masyarakat. Sebab pabrik tersebut mengambil coklat dari Afrika Barat (Pantai Gading) yang ternyata mempekerjakan buruh anak.

"Di Eropa dan Jepang juga sudah diterapkan kebijakan labeling. Perusahaan yang lolos audit, termasuk aspek yang terkait CSR, akan diberi label tersebut. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong perusahaan agar etis dalam menjalankan praktik bisnisnya." papar Domi.

Di sektor Kelapa Sawit, juga ada sertifikat Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Ini diberikan multistakeholder Eropa, yaitu kalangan bisnis dan LSM. Sertifikat tersebut diperlukan agar kelapa sawit yang dihasilkan tersebut bisa di jual di Uni Eropa.

Menurut Ketua Corporate Forum For Community Development (CFCD), Thendri Supriatno, mengungkapkan meskipun maih kalah dengan negara maju, namun pelaksanaan CSR di Indonesia sebenarnya sudah mengalami kemajuan. Ini ditandai dengan dikeluarkannya UU Perseroan Terbatas (PT) tahun lalu yang salah satu pasalnya mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaan. (Majalah Komite edisi 15-29 Pebruari 2008, hal. 26)

Untuk memajukan CSR di tanah air, penulis berpendapat bahwa rencana untuk melakukan sosialisasi sebagaimana dinyatakan oleh Kabid Dilklat CFCD, Erman Sugiatno sebagaimana dilansir dari Majalah Komite edisi 3, 2008 adalah tepat, kegiatan ini berguna untuk memberi pemahaman bagi banyak korporat mengenai Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang pada akhirnya mereka mengerti bahwa Kegiatan CSR bukanlah cost melainkan investasi. Investasi yang menghasilkan keuntungan berupa financial, kehidupan bisnis perusahaan yang mampu bertahan lama, kesejahteraan karyawan dan masyarakat sekitar perusahaan bahkan pengurangan dampak kesenjangan sosial.

Bagaimana dengan pelaksanaan Konsep ini di Kota Sibolga?

Ini merupakan tanggung jawab bersama.